Desa Takpala adalah sebuah kampung tradisional yang terletak di atas sebuah bukit namun sekaligus tidak begitu jauh dari pesisir pantai. Desa Takpala berada di Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor. Sebagai kampung tradisional, Takpala memiliki belasan rumah adat berbentuk limas beratap ilalang yang tertata cukup baik.
Takpala berasal dari dua kata yaitu, Tak yang berarti ada batasnya, sedangkan Pala artinya Kayu. Jadi Takpala berarti Kayu pembatas. Selain itu Takpala juga mempunyai arti kayu Pemukul. Takpala sendiri berasal dari Suku Abui merupakan suku terbesar di Alor, yang biasa disebut juga Tak Abui, dan yang mempunyai arti Gunung Besar.
Desa Takpala mencuat dalam daftar kunjungan wisatawan asal Eropa setelah seorang turis warga Belanda bernama Ferry memamerkan foto-foto warga kampung ini tahun 1973. Ia mengambil foto warga Kampung Takpala untuk kalender dan mempromosikan bahwa di Pulau Alor ada kampung primitif. Sejak saat itu Desa Takpala dikenal orang-orang Eropa dan turis pun berdatangan ke kampung ini.
Kampung Takpala awalnya mendiami pedalaman Gunung Alor tetapi kemudian dipindahkan ke bagian bawah. Alasan pemindahan ini dahulu terkait kewajiban membayar pajak kepada Raja Alor (balsem). Utusan Raja Alor yang hendak memungut pajak kesulitan menjangkau kampung tersebut sehingga akhirnya dipindahkan ke bagian bawah. Adalah Bapak (alm) Piter kafilkae yang menghibahkan tanahnya untuk dijadikan lokasi Kampung Takpala seperti sekarang ini sejak tahun 1940 an.
Suku Abui sendiri yang menghuni kampung ini adalah suku terbesar yang mendiami Pulau Alor. Terkadang mereka biasa disebut juga Tak Abui (artinya gunung besar). Meski warga penduduk yang mendiami kampung ini hanya puluhan tetapi sebenarnya keturunan penduduk kampung ini telah tersebar dan telah mencapai ribuan orang. Masyarakat suku Abui dikenal begitu bersahaja dan sangat ramah terhadap pendatang.
Keseharian suku Abui di Desa Takpala ini adalah memanfaatkan hasil alam terutama hutan dengan berladang atau berburu. Pada saat siang hari otomatis kampung ini terlihat sepi karena sebagian dari mereka akan pergi mencari makanan ke hutan sekaligus berburu. Hasilnya selain dikonsumsi sehari-hari juga dijual di pasar. Makanan aslinya suku Abui umumnya adalah singkong dan jagung. Terkadang mereka mengkonsumsi nasi, akan tetapi dipadukan dengan singkong dan jagung (disebut katemak).
Rumah adat Takpala merupaka andalan pariwisata dari kampung Takpala. Rumah adat ini berupa rumah panggung dan berbentuk seperti piramida. Rumah adat di Takpala ada 2 macam, yaitu Kolwat yang mempunyai arti Perempuan dan Kanuarwat yang mempunyai arti laki-laki. Masih menurut Pak Martinus, masyarakat Takpala mengklaim bahwa merekalah yang pertama kali membuat rumah bertingkat 4 didunia dimana masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Lantai 1 adalah tempat rapat, lantai 2 tempat tidur dan masak, lantai 3 tempat menyimpan makanan dan lantai 4 untuk menyimpan barang-barang pusaka yang akan dipakai jika ada kegiataan adat.
Selain itu Kampung Takpala memiliki banyak sekali tradisi, diantaranya adalah masuk kebun atau Potong kebun, Potong kebun dilakukan pada bulan Oktober, dimana kayu-kayu besar diturunkan dan terus dibakar sampai dengan bulan November. Pada bulan Desember mulai tanam. Pada Desember akhir sampai Januari acara cabut rumput yang pertama, sedangkan cabut rumput yang kedua bulan maret-April dimana jagung mulai menguning, dan di bulan Mei sudah patah jagung. Pada tanggal 20 Juni Dimana saat itu ada acara masuk kebun dimulai dan dimulai dengan potong hewan. Dengan segala keunikan dan tradisinya, Desa Takpala sangat menarik untuk dikunjungi.
All Photo by Himawan – Indonesia Travel